Kamis, 31 Januari 2013

The Trouble Maker [Deadline]


    Begitu masuk ke pintu pagar kos-an, Oca melihat Motik yang terlihat ngenes dengan ban belakangnya yang gembos.
     "Bentar ya, Tik...makan dulu baru deh tak bawa ke tambal ban." kata Oca sambil menepuk jok Motik.
   Setelah mengunci pintu kamar, Oca memulai perjuangan dengan menyalakan Motik dan menjalankannya
tanpa menaiki karena takut velg-nya jadi peyot-peyot. Letak tambal ban pas di depan seberang rumah pak RT, yah sekalian perbaiki pagar pak RT batinnya. Ternyata walaupun mesin Motik dinyalakan, Oca tetap sempoyongan.
Oca yang memang badannya lumayan kurang berisi, walau memiliki tinggi 155cm yang tentunya lebih tinggi dari si Motik tetap saja Oca kesulitan membawa si Motik.
     Akhirnya setelah sampai di tempat tambal ban, Oca menitipkan Motik.
    "Aku tinggal ya, pak Karjo...ke depan." sambil menoleh memberi isyarat kemana Oca akan pergi pada pak Karjo sang penambal ban.
     Cerita sedikit mengenai pak Karjo, beliaulah yang memberitahu Oca alamat kos saat Oca pertama datang ke daerah tersebut. Pak Karjo adalah sosok yang ramah dan supel serta bersungguh-sungguh dalam pekerjaan yang sedang dikerjakan. Kesungguhan pak Karjo bisa saja dimanfaatkan untuk pekerjaan yang lebih menghasilkan, namun apa daya...untuk berjuang melamarpun ijazah SD pak Karjo tidak akan mungkin masuk dalam hitungan persyaratan sebagai pegawai di manapun.
     Hidup dari usaha tambal ban dan kios kecil gak membuat pak Karjo terpuruk. Tapi memang benar Allah SWT gak akan menyiakan usaha hamba-Nya dalam kesungguhan, buktinya keluarga kecil pak Karjo dalam hal kebutuhan sehari-hari selalu berkecukupan. Bahkan walau Pak Karjo tinggal di rumah sangat sederhana berukuran sekitar tak lebih dari enam meter persegi dengan seorang istri dan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil,  dua di antara anak-anaknya masih lancar mengenyam pendidikan di bangku SD.
      "Assalamu'alaikum pak RT."
     "Wa'alaikummussalam warohmatullohiwabarokatuh." terdengar jawaban dari dalam rumah. Bu RT dan pak RT muncul bersama.
      "Eh bu RT...hehe pak RT, kayaknya pagernya udah bener nih."
     "Haaaah Oca." pak RT menghela napas, Oca hanya memperhatikan dengan alis terangkat sambil tersenyum selebar-lebarnya. "Bapak pikir, ntar pagar bapak malah tambah rusak kalau yang perbaiki kamu. Ya sudah, bapak lanjut saja perbaiki sendiri walau akhirnya bapak jadi telat masuk kantor." lanjut pak RT.
     "Yaaa maap, Pak. Tadi memang beneran buru-buru kok, suer tekewer-kewer." Oca memberi angka dua dengan tangannya, pak RT dan bu RT hanya tertawa sejenak kemudian mempersilakan Oca untuk duduk di teras. Oca masih berdiri sambil tetap dalam posisi memegang pagar, berlagak malu buat nyamperin beliau berdua padahal malu-maluin tuh gaya sok imut Oca yang begitu. Masih berlagak malu-malu, Oca pun duduk.
     "Lagipula si Motik bocor. Itu lagi dibenerin pak Karjo." Oca memberitahu, pak RT dan bu RT pun refleks memperhatikan ke seberang rumahnya.
     "Kalo gitu Oca sekalian minta ijin deh pak RT, bu RT...selama sekitar seminggu ke depan boleh ya temen-temen ke kosan?"
     "Ya..silakan. Memangnya ada apa? tumben ijin dulu?"
    "Sebenarnya timnya Oca mau ikut lomba mading dalam rangka festival yang diadakan kampus insyaAllah dua pekan ke depan, jadi niatnya mungkin kalo nggak Oca yang bakal pulang telat karena ngumpulin materi mading ya temen-temen Oca yang bakal lama di kosan Oca."
     "Boleh-boleh aja, asal jangan lewat jam malam ya.."
     "Yaaaaah padahal niatnya pengen minta tambahan waktu barang sejam gitu."
     "Ooooo tidak bisa." pak RT menirukan gaya si Sule.
     "Peraturan tetap peraturan." pak RT melanjutkan.
     "Kalo gitu temen Oca, yang perempuan boleh kan kalo menginap?"
     "Hmm...kalo itu ya, nggak papalah..ya kan, bu?" pak RT mengijinkan dan meminta persetujuan bu RT yang dibalas dengan anggukan bu RT.
     "Okedeh..Oca nggak bakal aneh-aneh dan ganggu tetangga kosan."
     "Ya udah, Oca pamit dulu ya..kayaknya bentar lagi pak Karjo selese." pamit Oca.
     "Ya, semoga sukses dan menang ya Ca..."
     "Rebes pak RT. Assalamu'alaikum."

***

Sebulan kemudian.

     Musim hujan mencapai puncaknya, itu karena akhir-akhir ini intensitas turun hujan semakin sering walaupun sekedar gerimis. Suasana gelap dan dingin mendukung keinginan hati Oca untuk leyeh-leyeh. Sambil nungguin Kinar yang janji datang ke kos Oca sejak sejam yang lalu, Oca duduk di kursi meja belajar sambil memutar-mutar dan bersandar serta bermain laiknya sedang duduk di kursi goyang. Oca nggak tahan, terus memandangi layar ponsel barangkali ada kabar mengapa Kinar belum juga sampai padahal gerimis sudah semakin deras. Lama-lama Oca nyerah juga dengan kebosanan, matanya perlahan menutup dan mulai nyenyak dengan posisi masih duduk di kursi dan telungkup ke arah meja belajar.
     Beberapa saat kemudian. Tok! Tok! Tok! Tok! 
     "Assalamu'alaikum...Caaaa.." Kinar datang dan mengetuk-ngetuk pintu kamar Oca.
     "Euuunng~" tanpa sadar Oca menjawab.
     "Caa???" Tok! Tok! kembali Kinar mengetuk karena yakin ada suara dari dalam kamar Oca. Kinar nggak bisa melihat ke dalam karena jendela kamar Oca tertutup gorden.
     "Euung...BRUUKK! Aaaak!!" terdengar suara Oca dari dalam. Oca nyenyak dan lupa daratan.
Segera Oca bangkit dan bangun kemudian melangkah kesakitan memegangi lengan kanannya menuju pintu sambil memicingkan mata.
   "Assalamu'alaikum. Lama banget." pendek saja Kinar menyapa Oca setengah kesal karena mulai kedinginan sambil menekankan telunjuknya di jidat Oca dan masuk ke kamar. Kinar langsung menuju depan kamar mandi dan mengambil handuk yang disampirkan pada jemuran baju.
     "Wa'alaikumussalam warohmatulloh." jawab Oca lesu sambil mengusap jidatnya kemudian duduk di atas karpet.
    "Weeew..kalo liat itu jadi inget, cck." Kinar melihat dua foto di atas meja sambil mengusap-usapkan handuk pada rambutnya yang basah karena guyuran air hujan. Oca melihat foto itu. Foto berbingkai dirinya dan keempat sohibnya sambil menunjukkan mading karya mereka saat pengumuman pemenang seluruh rangkaian acara di kampus. Di foto itu Oca terlihat bete.
     "Hmmm...pffft." Kinar bergumam kemudian menahan tawa sedang Oca mengerucutkan mulutnya.

***

Tiga hari sebelum pengumpulan mading.

     Lantai kamar Oca berantakan, penuh dengan kertas-kertas. Minggu ini memang minggu yang sibuk buat Oca dan kawan-kawan. Bayangkan betapa repotnya saat semua terjadi tiba-tiba. Tiba-tiba jadwal praktikum Sistem Digital keluar. Tiba-tiba semua dosen dari semua mata kuliah Oca dan kawan-kawan tanpa ampun memberi tugas kuliah yang seabrek. Tiba-tiba Oca lupa siapa dirinya. Ya, Oca gampang panik. Maklumlah karena bentar lagi bakal ujian semester. Jadi mau nggak mau konsentrasi mereka terpecah belah. Oca nggak sekelompok dengan siapapun dari sohib-sohibnya, begitupula dengan Lisa, Kinar, Bagas dan Deni satu pun nggak ada yang sekelompok. Dari mereka berlima baru Oca dan Bagas yang kebagian ngerasain praktikum. Otomatis, sementara Oca dan Bagas sibuk, Deni, Kinar dan Lisa mengurisi penyusunan mading.
     Praktikumnya sih nggak seberapa ya karena untuk laporannya, praktikan mengisi pertanyaan yang langsung ada pada modul begitu selesai pelaksanaan praktikum dan ditambah membuat rangkuman praktikum saat itu dengan tulis tangan. Tapi, tugas-tugas yang diberikan para dosen lumayan bikin otak jadi keriting karena rumitnya. Sejak diberikan tugas sampai hari ini, hanya sebagian soal saja yang bisa dipecahkan. Sisanya, yah sepertinya harus dipecahkan bersama-sama teman sekelas.
   "Yang ini ditempel di sini, sini, sana dan di situ." Lisa meletakkan foto-foto dan kertas berwarna-warni berisi tulisan-tulisan di beberapa tempat pada kertas A1.
     "Hmm oke oke, tapi kalo ini di sini dan itu di sana lebih oke, gimana?" Lisa mengangguk setuju dengan masukan Kinar.
     "Siniin lemnya, Sa.." sambung Kinar meminta Lisa untuk mengambil lem yang ada di dekatnya. Sementara Deni membentuk kertas asturo menjadi hiasan-hiasan.
     "Innalillah!!" Oca mengagetkan semua dan membuat semua bengong melihat Oca.
     "Apa?" kata Bagas refleks karena berada paling dekat dengan Oca.
     "Soriiiii....ini, heuuuung~" Oca mengangkat print out materi mading kemudian membaliknya. Oca terlanjur menulis rangkuman praktikum di balik print out tanpa sadar.
     "Hadeeeh." kata Bagas sambil menunjukkan raut wajah yang benar saja.
     "Yang ini juga...." lanjut Oca.
     "Cuma dua itu kan?" kata Deni.
     "Iya dua, kalo print-printannya gampang tapi jadinya GUE harus nulis ulang. Eisshh.." mulut Oca langsung manyun.
     "Cape deeeeh." kata Kinar.
    "Cape deeeeh." kata Bagas dan Lisa mengikuti bersamaan sementara Deni hanya menunjukkan wajah ha ha sambil membuka mulut dan mengangguk-angguk tanpa bersuara seolah mentertawakan.
     Oca bangkit dan menuju netbook untuk nge-print ulang.

***

Hari Pengumpulan Mading.

    Hari pengumpulan mading sekaligus hari pengumuman pemenangnya. Pengumpulan mading paling lambat pukul sepuluh pagi ini dan pukul satu siang akan diumumkan pemenangnya oleh dewan juri melalui panitia.
     "Pelan-pelan Den! Pelaaaaan!" Bagas panik.
     "Tenang aja, percaya deh." Deni merespon sekenanya.
     "Masih mending jalannya lurus, ini gang Den...masih panjang sampe depan sebelum jalan raya."
     "Ssssshh!"
     Mau nggak mau Bagas berhenti protes. Bagas sadar semakin Bagas mengganggu konsentrasi Deni dengan terus berbicara semakin berbahaya posisi mereka. Mereka sedang balapan dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh tadi dari kos Oca. Deni membonceng Bagas yang membawa mading. Seharusnya Oca yang mengantar mading tersebut dengan menggunakan angkot, namun tanpa diduga maag Oca tiba-tiba saja kambuh dan sakitnya tak tertahankan. Gara-garanya, Oca semalam nggak sempat makan karena mengerjakan tugas kuliah. Bukannya menghubungi yang lain, Oca malah asyik berguling-guling di tempat tidur setelah minum obat maag. Oca berpikir sakitnya akan reda. Karena kelamaan menunggu rasa sakit yang nggak kunjung berkurang, Oca pun tertidur.
     TULAT TULIT TULAT TULIT...TULAT TULIT TULAT TULIT..
   Oca bangun karena kaget mendengar suara ponselnya dan tersadar bahwa dirinya belum berangkat ke kampus untuk mengumpulkan mading. Oca segera mengangkat ponselnya.
     "Sorry, Gas. Maag kambuh nih dan aku ketiduran karena sakitnya luar binasa." Oca meringis yang tentu saja nggak kelihatan oleh Bagas.
    "Oke, lagi sama Deni sedang meluncur ke kosmu nih, Ca. Pantes aja kok belum-belum keliatan di kampus."
     "Bener-bener maaf ya...." sesal Oca dan sesaat kemudian memutus sambungan telepon. Perlahan rasa nyeri di ulu hati Oca mulai hilang.
     Kembali ke Deni dan Bagas. Mereka akhirnya sampai di ruang pengumpulan mading. Beruntung panitia ternyata memberi tambahan waktu satu jam. Jadi walau lewat hampir seperempat jam dari pukul sepuluh, secara teknis mereka belum terlambat. Bagas akhirnya bisa bernapas dengan lega setelah beberapa saat yang lalu berkali-kali menahan napas lantaran Deni mengendarai motor seolah-olah sedang berada dalam arena balap.
     Gimana Ca, udah baikan? terdengar dari seberang suara Lisa sedikit lembut.
     "Udah, nih udah siap berangkat ke kampus." 
    Makanya kalo diingetin buat makan tuh jangan nanti-nanti. Lisa terdengar kembali seperti biasa dengan nada suaranya yang mulai meninggi.
     "Aku jalan nih, udah ya...salamu'alaikum."
     Wa'alaikumussalam.
     Selama perjalanan menuju kampus bersama Motik, Oca nggak begitu memikirkan tentang mading mereka, yang ada dalam pikiran Oca adalah tugas-tugas kuliah Oca yang satu pun nggak diyakini kebenarannya. Ah, biarlah...ntar cocokin sama yang lain. Bikin pusing aja. Dalam hati Oca membatin. Oca seperti tanpa sadar tau-tau sudah sampai aja gitu di kampusnya. Jangan tiru Oca ya, ngelamun dan mikir sambil berkendara di jalanan. Bahaya.
     Begitu sampai di kampus dengan selamat sehat wal'afiat nggak kurang apapun kecuali bensin, Oca melihat kampus begit ramai dengan berbagai hiburan ala festival. Ada berbagai jenis stan, mulai dari pamer-pameran sampai jual-jualan. Dan yang paling menonjol tentunya panggung musik. Hentakan musiknya bikin jantung Oca ikut berdebum-debum. Oca jadi teringat salah satu dosen yang nggak begitu suka dengan suara musik yang terlampau keras.
     "Ribut-ribut apa itu?" seolah-olah bertanya padahal tahu itu adalah panggung musik.
     Sebenarnya Oca juga merasa suara dari sound system terlalu keras.
     Ngumpulin tugas, beres. Praktikum, beres. Akhirnya setelah menunggu sampai sore, pengumuman pemenang berbagai lomba dan pertandingan pun diumumkan di atas panggung musik. Hasilnya yaitu, mading geng Oca mendapat juara kedua. Oca and the geng cukup senang walaupun bukan mendapat juara pertama. Mereka sih berharap juara pertama, karena merasa sudah berjuang habis-habisan. Panjang ceritanya kalau dijabarkan. Sebenarnya nilai mading mereka beda tipis dengan pemenang pertama, hanya saja tetap harus diputuskan siapa yang lebih baik.
    "Yah nggak papa...bukankah semua peserta sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya saja tingkat maksimal yang berbeda menghasilkan sesuatu yang berbeda juga." Deni mengucapkan kata-kata bijaknya dan membesarkan hati teman-temannya.
      Oca melangkah untuk berfoto bersama, namun NYEEK sesuatu yang lembek terinjak.
     "Oooouh! kotoran anjing...eh bukan, kotoran kucing. Eeeew." Oca meringis karena bau.

***

   
    Akhirnya selesai juga cerita kedua. Setelah menunggu setahun, hih (maksudnya dari tahun 2012 lalu). Harap maklum kalau nggak lucu. Bikin sesuatu yang lucu itu susah. Serius. Tapi saya belum kapok untuk terus nyoba, mbahahahahaha...berikutnya akan habis satu kasus sekali posting. Jadi InsyaAllah masih lanjut lagi (^_^)v



2 komentar:

  1. absen dulu...insyaAllah nanti kalo sempet saya baca....

    BalasHapus
  2. yaampun bahasa penulisannya rapi gitu... thumbs up...
    kalo dtanya berasa apa... sy belum berasa apa apa... cuma ngerasa bagus bgt bahasa penulisannya... belum ada pengalaman macem begini... dan lagi dalam pengaruh negatif iniih saya... =D

    BalasHapus

Welcome blogger.... ^_^
Ber-komen-lah dengan bahasa yang baik & no SARA.