Jumat, 07 Juni 2013

The Trouble Maker [Home Sweet Home]

     Liburan ajaran tahun baru pergantian semester buat Oca adalah hal yang paling ditunggu dan akhirnya datang juga. Sudah lama Oca berencana pulang kampung karena Mama udah kangen. Apalagi Oca, kangen..pake buanget. Tinggal terpisah dari keluarga untuk pertama kali bukanlah suatu yang mudah. Adaptasi juga rada susah
karena semua serba putih buat ditebak. Bahkan terkadang walau hampir setahun Oca berada di luar daerah, Oca masih meraba-raba untuk dapat mengerti situasi yang dihadapi. Yah walaupun sekarang udah nggak separah dulu adaptasinya. Cukup bermodal mau dan melakukan hal-hal yang baik, sudah membuat Oca bertahan secara mental di tempat baru. Itu yang penting, merasa diterima dan nggak cuek dengan sekitar.
     Dua hari kemudian, Oca sudah berada di pulau yang berbeda. Pulau tempat kelahiran Oca yang sudah mulai terkenal dengan begitu banyak wisata pantainya. Pulau Lombok. Kurang lebih tiga minggu ke depan Oca bakal puas-puasin tidur di rumah, eh nggak ding kangen-kangenan di rumah dan santai gitu lohh. Lupakan sejenak urusan kuliah.
     
***

     "Caaaaa!! Ayo cepetan..keburu panas."
     "Iya kakaaaaak, yang kedua kalinya Oca bilang tunggu bentar. Bentar bentar bentar." Oca menimpali Yuni sang kakak.
     "Oca ih, di kamar mandi dari tadi nggak selesai-selesai. Ngapain sih. Kunci pintunya ya..." tanpa menunggu jawaban, sambil berlalu Yuni mengingatkan Oca.
     "Iyahh."
     Bapak dan Mama sudah menunggu sedari tadi di mobil. Seperti rencana, mereka sekeluarga akan jalan-jalan ke pantai Kuta. Iya lho, Lombok juga punya pantai Kuta. Kurang lebih perjalanan selama sejam. Selama di perjalanan, jalanan cukup sepi padahal tanggalan di kalender merah. Syukur deh. Cuaca pun cerah berawan. Asyiiiik.


     Untuk sampai ke pantai Kuta, harus melewati jalanan yang super panjang...melewati jalanan menuju bandara yang jalannya itu lurus dan rasanya seperti nggak sampai-sampai. Begitu pikir Oca. Udahlah Ca, nikmati aja. Bagus kan jalanan udah hot mix gitu, daripada masih tanah. Ntar yang ada malah dongkol. Melewati bandara, jalanan pun tetap sepi dan legaaaa.


     Kurang lebih sejam pun berlalu, begitu turun dari mobil Oca pun kemudian taraaaaa. Subhanallah. Oca suka sekali dengan apa yang dilihatnya. WOW bangetlah buat Oca, tenang pemirsa Oca nggak sampe koprol kok. Yang jelas di depan matanya adalah pantai. Biru. Langit. Laut. Luas.




     "Dah di sini aja." kata Mama.
     "Di sana tadi itu lho." Bapak nggak mau kalah, merasa tempat di bawah pohon sebelumnya adalah pilihan yang bagus.
     "Di sana ada anjing..." setengah berteriak, Oca, Mama dan Yuni bergantian protes.
     "Gimana, tho." Mama masih misuh-misuh. Bapak pun mengalah.
     Karena masih terbilang alami jadi masih ada beberapa hal yang disayangkan di tempat wisata ini. Pertama, sampah. Beberapa bungkusan bekas makanan ada di sekitar pantai. Merusak pemandangan, lha tempat sampahnya juga nggak kelihatan. Kedua, kurang tempat berteduh. Pohon nggak banyak, jadi kalau sedang rame duh dijamin bakal berubah warna kulit sepulangnya. Ketiga, ya anjing-anjing tadi. Sebenarnya nggak mengganggu karena jinak, tapi kan agak risih aja. Mana sempat ada anjing yang ikutan berendam di pantai. Agak jauh sih, tapi wah gimana itu ya, hukumnya buat yang muslim. Oca tercengang. Ah iya, ada kambing-kambing juga. Yah, sudahlah.
     "Kaus." "Taplak meja." wah baru juga duduk di tikar, beberapa pedagang sudah datang menawarkan dagangannya.
     "Tiga puluh ribu saja." mbak pedagang menawarkan.
     Setelah tawar menawar, akhirnya mas pedagang teman si mbak pedagang tadi mau melepas lima buah kaus dengan seratus ribu rupiah. Wah jadi murah ya. Oca dan Yuni pun asik memilih dan bingung karena motif-motif di kausnya bagus-bagus. Bapak dan Mama nggak ambil pusing memilih kaus, dengan saran mas pedagang lainnya -kesannya kayak keroyokan gitu ya, tapi pedagang-pedagang di sana ramah semua- Mama memilih kaus berwarna biru dan merah. Couple gitu ceritanya. Sebenarnya antara senang dan gimana ya rasanya. Kira-kira berapa untung buat pedagang-pedagang tadi ya. Semoga rezeki mereka menjadi berkah. Aamiin-kan donk. 
        "Aaaak~" Bapak mulai menyuapi nasi Mama, Oca dan Yuni bergantian dengan tangannya sendiri tak lama setelah para pedagang membubarkan diri dengan senang karena dapat menjual dagangannya. "Biar yang kotor -tangan- satu aja." Ah Bapak, sok sweet sekalee. Begitu pikir Oca sambil menikmati dengan senang hati tentunya. Walaupun akhirnya, Bapak sendiri yang menghabiskan bekal nasi yang dibawa itu.
     Oca setuju. Sangat setuju saat Yuni mengajak untuk berjalan-jalan menikmati pemandangan.
     Pasirnya, wih seperti merica. Oca yang nggak sabar melangkah mendekati dan merasakan jernihnya air laut sampai agak kerepotan karena kaki Oca mendelep, alias tenggelam di pasir. Itu karena adanya ikatan yang kurang kuat pada pasir yang bertekstur seperti merica yang menyebabkan yah gitulah pokoknya. Oca nggak begitu paham teorinya sepertinya apa, yang penting di depannya adalah pantai pantai dan pantai.




 
     Dua jam berlalu, rasanya masih ingin berlama di tempat ini. Sebenarnya Oca ingin sekali naik sampai di atas sebuah karang yang ada di sana dan mengambil beberapa gambar lagi untuk koleksi kenang-kenangan, tapi sayang di atas karang ada seseorang yang nggak turun-turun. Tengsinglah Oca buat minta orang itu turun. Oca hanya mengambil gambar karang tersebut dan berjanji suatu saat akan ada di atas sana. Eh nggak janji lho ya, Ca. Lagipula awan kelabu sudah mulai berkumpul di atas yang mana sepertinya sebentar lagi bakal turun hujan.
     "Pegangin duonk." Oca memberikan tas selempang kecil pada Yuni yang berjalan pelan sambil memainkan air dengan kedua kaki. Yuni menerima.
     "Kalo mau balik, duluan dah nggak apa-apa. Oca masih mau main bentar."
     "Emm.." Yuni juga masih asyik sendiri. Namun tak berapa lama, Yuni meninggalkan Oca.
     Karena teluk, maka nggak ada ombak besar. Asyiknya. Sebenarnya Oca pengen berbasah-basahan tapi sayang Oca nggak bawa baju ganti. Kalau dipikir-pikir juga, ntar ribet ah pas mau ganti baju yang basah. Baru saja dipikirin. CEBURRR.
     "Aduh , Mak!!" Oca kaget, ada orang jatuh di depannya karena tergulung ombak kecil. Orang itu segera bangkit sambil senyum-senyum. Dua detik kemudian.
     "Hiyaaak~" giliran Oca yang jatuh. Sialnya karena Oca berada agak ke dalam jadi yang tadinya hanya bermain air sebatas betis, kini Oca sudah terduduk dan berendam sampai perut. Oca Oca...
     Malunya Ya Allah. Nah, mulai rintik pula. Oca yang baru saja bangkit agak kewalahan keluar dari air, selain karena agak berat juga karena pasir yang melahap kaki Oca.
     Bapak, Mama dan Yuni sudah bersiap untuk membereskan barang bawaan. Oca membantu seadanya sambil meringis menjelaskan baru saja tercebur.
     "Dah, duduk di belakang aja biar kursinya nggak basah. Pasirnya juga itu ke mana-mana." kata Bapak melihat Oca. Oca menurut.
     Belum ada lima detik mobil yang dikendarai Oca sekeluarga mulai berjalan, hujan turun deras. Wisatawan yang sedang santai-santai terpaksa berlarian membubarkan diri menuju tempat berteduh. Udara seketika menjadi sejuk.
     Oca membawa oleh-oleh pasir merica. Seorang ibu pedagang memberitahu bahwa jika mau membawa pasir, ambil yang kering karena jika mengambil yang basah nantinya saat kering pasir itu bisa berubah menjadi hitam. Benarkah? Oca nggak mau ambil pusing. Oca membuang pasir basah yang digenggamnya dan mengambil pasir yang kering lalu memasukkannya ke dalam plastik.

 ***
 

5 komentar:

  1. hahahaha... ini mah ceritanya Ranchin bukan oca... kkkk cie..cie... yg baru dari kute...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mumpung pas sikonnya.. ^,^

      entah ya, rasanya masih terlalu singkat...mulai lagi dari awal merangkai kata yg agak panjang. berapa jam mungkin itu sampai satu cerita ini saja selesai. gambar2 itu lagi yg bikin tambah lama...sayang kalo g dibagi, Lombok itu cantik :D

      Hapus
  2. bahkan q ndak pernah ke kute,,,hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. neh, emang Yiq asli mana? sy setelah sekian puluh tahun *lebay* baru ke sana...syukur karena jalannya bagus mulus n g banyak tanjakan/pengkolan kayak senggigi..huu serem

      Hapus
    2. asli loteng sebenarnya tapi lahir di lotim,,,hehehe
      beneran mbk ran,,,yiq gak pernah kesana,,,kpn ayokkk ajak saya ke sana?

      Hapus

Welcome blogger.... ^_^
Ber-komen-lah dengan bahasa yang baik & no SARA.