Pelarian

Orang bebas menilaiku seperti apa.
Ada yang menganggap itu biasa saja, tapi ada juga yang nggak suka.
Aku bisa merasakannya.

Padahal menurutku, aku hanyalah sosok yang bersemangat atau (bahkan) terlalu bersemangat dalam menghadapi situasi apa pun.
Mungkin, aku terlalu banyak bicara.
Baru saja membicarakan tentang A lalu nggak lama kemudian sudah sampai pembicaraan tentang Z.
Aku bisa menjadi sosok yang menyenangkan tapi bisa juga menjadi sosok yang menyebalkan bahkan untuk diriku sendiri.

Suatu saat aku merasa telah melakukan segala hal dengan benar, namun karena fisik dan pikiran menjadi lelah maka suasana hati pun menjadi nggak karuan.
Dikritik sedikit, aku akan tersinggung dan nggak enak hati.
Aku jadi merasa nggak ingin bertemu siapa pun atau melakukan apa pun.
Tapi di dalam pikiran, aku mencoba untuk 'kabur' sejenak keluar dari rumah.
Berjalan kaki ke tempat yang nggak terlalu jauh.
Melakukan hal-hal atau hanya berdiam diri untuk waktu yang lama.
Mematikan ponsel.
Ya, terus berjalan ke tempat yang tenang di mana pun.

Atau kuputuskan saja berjalan sampai perpustakaan.
Tempat yang tepat untuk menghindari semua.
Sepertinya.

Sampai di ruang baca, aku mencari pada rak-rak buku.

Lalu aku memilih tempat di bawah jendela.
Duduk di lantai bersandar pada tembok.
Membuka lembaran dan mulai membacanya.
Entah apa menariknya, yang jelas aku hanya membacanya.
Baris demi baris pada lembaran itu kubaca tanpa mencernanya menggunakan otak.
Ya, aku hanya membaca.

Satu jam. Dua jam. Mungkin.

Entah berapa lama, aku bangkit dan meletakkan buku yang entah apa judulnya di atas meja.
Meninggalkan ruang baca dengan sisa pikiran masih tertinggal.

Keluar dari bangunan perpustakaan aku bisa leluasa untuk kemudian duduk sambil menerawang memandang langit yang luas di atas rumput sambil berteduh di bawah bayangan pohon.

Satu jam. Mungkin.

Puas.
Aku pulang, kembali ke rumah.
Aku nggak peduli seperti ini.
Masalahku pun nggak seketika selesai.
Tapi aku merasa lega bisa 'kabur' sejenak.