Selasa, 30 Oktober 2012

Eva yang Malang

Mengenang masa lalu adalah hal yang tidak bisa dihindari. Semua orang memiliki masa lalu dan tentu saja ada pula orang-orang di masa lalu itu. Masa lalu berpengaruh dan memberi banyak sekali pelajaran untuk masa depan. Saya pun demikian, punya seseorang di masa lalu dengan kisah yang menurut saya drama banget dan walaupun orang lain melupakan kisah yang satu ini, tapi tidak dengan saya.
Walau ingatan itu sedikit berantakan, tapi kejadian pentingnya saya tidak lupa. Darimana ya cerita ini sebaiknya dimulai.

Namanya Eva, hanya Eva nama panggilan yang teringat karena kami tidak pernah memanggil satu sama lain dengan nama lengkap. Saya yakin dia juga tidak tahu nama lengkap saya. Mata belo, rambut keriting, kulit langsat, tidak gemuk juga tidak kurus dan lebih tinggi sedikit dari saya. Tidak ingat bagaimana kami saat kelas 1 SD tapi Eva adalah salah satu teman dekat dan teman main di rumah saat kelas 2. Eva adalah anak yang ceria dan sangat imajinatif, saking imajinatifnya saat itu sampai sekarang pun saya tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya khayalannya. Kalau sekarang orang mungkin akan menganggapnya bohong. Tapi biarlah saya mengenang semua yang pernah Eva katakan sebagai imajinasi seorang anak kecil. Toh Eva bukanlah anak yang nakal.

Suatu hari kami bermain di rumah Eva. Eva bercerita bahwa di kamarnya pernah didatangi Sailormoon dkk, waktu itu saya kagum walaupun saya tidak yakin saya percaya atau tidak dengan ceritanya. Selain itu Eva memberikan sebuah manik-manik atau entah apa itu dan sebuah kelereng polos berwarna keemasan, katanya itu adalah pemberian Sailormoon. Eva juga berkata selain Sailormoon di rumah itu juga pernah didatangi makhluk halus.

 Manik-manik pemberian Eva

Di lain waktu Eva bercerita kalau dia adalah anak tunggal dalam keluarga broken home. Eva tinggal bersama sang Ibu yang ternyata adalah seorang asisten rumah tangga di rumah yang ditempatinya tersebut dan sang Ayah entah kemana atau mencari pendamping baru. Eva juga bercerita bahwa dia disekolahkan oleh majikan rumah tersebut. Saat itu saya belum mengerti untuk bersikap seperti apa mendengar ceritanya, yang pasti saya sengat senang bermain dengan Eva.

Sampai suatu saat kami naik kelas 3, Eva pindah ikut bersama Ibunya ke Sidoarjo (kalau tidak salah ingat). Kami berjanji untuk saling berkirim surat. Tak lupa Eva memberi alamat SD-nya di sana.

Saat itu saya kelas 5 SD, dengan perasaan berani saya berkirim surat ke alamat SD yang diberikan. Tak berapa lama datanglah surat ke sekolah dengan alamat SD-nya Eva tapi bukan nama Eva yang tercantum melainkan nama Ibu Guru Eva. Saking senangnya saya tidak membaca langsung surat tersebut di kelas. Sepulang sekolah, tanpa berganti seragam sekolah saya bergegas membuka dan membaca isi surat tersebut.

Alangkah terkejutnya saya, sang Ibu Guru bercerita bahwa Eva telah tiada. Saya langsung nangis saat itu juga, membayangkan bahwa seorang teman sudah tidak ada lagi dan tidak mungkin untuk bertemu lagi di dunia. Dalam ceritanya sang Ibu Guru, suatu minggu pagi Eva berpamitan pada Ibunya untuk pergi mengerjakan PR di rumah temannya. Ternyata Eva pergi ke pemandian umun, atau kita mengetahuinya sebagai kolam renang saat ini. Eva meninggal karena tenggelam saat itu juga karena tidak bisa diselamatkan. Kejaian itu terjadi pada pertengahan Juli saat Eva kelas 4 SD. Sambil terus menangis saya masih belum percaya dengan apa yang saya baca. Saya pun langsung keluar rumah mencari Ibu yang sedang ada di rumah tetangga dan bercerita. Di dalam surat tersebut sang Ibu Guru menyertakan sebuah foto Eva di pinggir pantai dengan menggunakan baju renangnya.

Keesokan harinya atas saran Bapak, saya diminta memberitahukan guru dan teman-teman di sekolah tentang berita duka tersebut dengan tujuan mungkin saja guru di sekolah mau mendoakan Eva sebagai mantan murid di sana. Saya membawa surat, foto Eva yang memang tidak terlalu jelas karena bukan foto close up dan harapan. Sesampainya si sekolah, setelah memberitahu teman-teman terlebih dahulu baru memberitahu Pak Guru, sebagai wali kelas 5 SD saat itu.

Di luar dugaan, kesedihan saya belum berakhir. Ternyata sebagian besar teman-teman tidak ingat dengan Eva walaupun ada juga yang masih ingat dan para guru juga demikian. Malah, foto yang saya bawa menjadi bahan diskusi setelah mendengar cerita dan membaca surat yang saya bawa.

Begitulah, tidak ada kebaikan dalam kebohongan. Ketidakjujuran Eva pada Ibunya membuat dia berpisah dengan Ibunya yang hanya memiliki Eva seorang. Cerita yang pernah Eva ceritakan akan saya anggap sebagai bagian dari imajinasinya bukan sebagai kebohongan yang sengaja dia bagikan kepada saya. Belasan tahun telah berlalu tapi sampai sekarang Eva tetap ada dalam ingatan saya walaupun sebagai anak kecil.



  

6 komentar:

  1. merinding saya bacanya.. serius!
    iya, kita seringkali mengabaikan sahabat. entah karna lingkungan atau anggapan orang tentang sahabat kita.

    BalasHapus
  2. kisah ttg eVa ini ngingetin sy ama apa yg baru aja terjadi, alhamdulillah semua baik2 aja... kakak sy g bilang2 naik gunung ke Mom karena takut g dikasih ijin, 6 hari g da kabar, otomatis keluarga khawatir... pokok e kalau mau pergi ke mana, harus jujur ma ortu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. k' Yayas dah dah tu.... bisa ya, taruhan nyawa kayak gitu..alhamdulillah semua baik2 itu bnr2 ndk sampai "celaka" di sana mksdnya.serem...

      Hapus
  3. udah lama banget ya.....!!!!
    kok bisa murid2 dan guru2nya pada dak ingat ya,,,,

    btw Rany pinter ya nuang cerita lewat tulisan...kok saya kerasa susah banget ya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. lama banget...yah itu, banyakan yg nggak inget~

      makasih..makasih...nah itu, kalau bentuknya cerita atau ingatan sy jd lebih mudah buat nulis karena urutannya jelas.

      Hapus

Welcome blogger.... ^_^
Ber-komen-lah dengan bahasa yang baik & no SARA.