"Ahh, rupanya dia datang lagi." Kataku sambil sedikit tersenyum.
Aku segera mengalihkan pandanganku dari langit-langit kamar yang membosankan ini ke arah jendela di seberang tempat tidurku begitu merasakan adanya sekelebat sosok gadis kecil itu di taman yang berada tepat di sebelah kamarku ini. Si gadis kecil kemudian duduk di ayunan yang memang sengaja dibuat pada dahan pohon mangga yang besar itu tak jauh dari kamarku. Si gadis kecil dengan erat memegang tali ayunan dengan kedua tangannya kemudian mulai berayun.
Bergegas aku turun dari tempat tidur dan melangkah di atas karpet lembut menuju ke arah jendela yang sedikit terbuka sehingga angin sepoi-sepoi yang dengan bersahabat masuk dari celah jendela dan dan membuat gorden seolah menari-nari.
"Hei!" Sapaku sambil melambaikan tangan dan tersenyum ke arahnya.
Tersadar akan sapaanku, si gadis kecil itu membalas juga dengan senyuman dan melambaikan tangannya namun segera kembali memegang tali ayunan karena hampir saja gerakannya yang tiba-tiba tadi mengganggu irama gerakan ayunan itu.
"Hah! Kamu gak papa?" Aku tersentak melihatnya.
Si gadis kecil hanya mengangguk dua kali sambil meringis dan terus berayun. Aku hanya memandangi lega dari balik jendela ini.
Entah sejak kapan, begitu tiba waktu sore si gadis kecil yang terlihat berusia 6-7 tahun tersebut selalu datang ke taman itu. Aku tidak begitu ingat, tapi sepertinya sudah sangat lama sejak aku dirawat di kamar rumah sakit ini dan itupun aku juga tidak ingat sejak kapan aku ini mulai dirawat.
Sebenarnya aku merasa ada yang janggal dengan si gadis kecil itu yaitu si gadis kecil tidak pernah bersuara sepatah katapun, ya sepatah katapun tidak pernah kudengar keluar dari mulutnya. Karenanya sampai sekarang aku juga tidak tahu siapa nama gadis kecil itu, bahkan saat dia terjatuh beberapa hari yang lalu. Si gadis kecil hanya bereaksi kesakitan memegangi dengkulnya sebentar lalu bangkit kembali untuk mengusap dengkulmu...dengkulnya dan membersihkan bekas tanah yang menempel pada rok berenda lucu itu kemudian asyik bermain lagi. Si gadis kecil hanya berekspresi tanpa bersuara. Kejanggalan lainnya yaitu si gadis kecil selalu mengenakan pakaian-pakaian yang tampak tidak asing bagiku. Hanya saja tiap kali aku berusaha mengingat dimana aku pernah melihat pakaian-pakaian yang dikenakannya, kepalaku jadi terasa sakit sekali. Akupun tidak berminat lagi untuk memikirkannya.
Aku walaupun ingin sekali ke taman itu apalagi bermain bersama si gadis kecil, Mama pasti tidak akan mengijinkan.
"Kamu jangan pergi kemana-mana tanpa seijin mama, ya." Sambil memegangi wajah dan mengusap rambutku kemudian mencium keningku. Begitulah kata Mama yang selalu kuingat tiap kali aku merasa sangat menginginkan untuk keluar dari ruangan ini. Aku tak sanggup membalas, karena merasa begitu sedih melihat Mama seperti itu. Aku hanya cemberut sambil mengangguk seraya memberi tanda baiklah, Maaa aku janji. Nyatanya walau aku meminta ijin, Mama tetap tidak pernah memberi ijin. Aku merasa sedikit terisolasi. Lantaran begitu inginnya aku keluar dan merasakan berada di luar dari kamar ini, suatu hari aku sampai nekat memanjat jendela dan keluar. Belum juga sampai kakiku menjejak pada rumput di taman itu, mama keburu masuk kamar kemudian histeris memanggilku agar aku segera kembali.
"Ayo kembali, nak. Jangan gitu. Apa kata mama, kamu jangan kemana-mana tanpa seijin mama." Aku yang merasa tertangkap basah akhirnya balik badan dengan sukarela kembali ke kamar. Ah, Mama lebay ih begitu saja sampai nangis.
"Idih, mama." Hanya itu kata yang keluar sebagai bentuk protesku. Akhirnya aku benar-benar berjanji tidak akan meninggalkan kamar ini lagi. Huh...yah, percuma juga meminta ijin jika Mama memang tidak berniat membiarkanku keluar dari kamar. Tak berapa lama, Mama akhirnya terlihat lega begitu aku kembali. Dokter dan para perawat yang berbondong-bondong ke kamarku karena kaget mendengar teriakan Mama akhirnya bubar jalan setelah melihat sendiri bahwa aku telah kembali.
Jadi, begitulah aku dan si gadis kecil hanya saling menyapa dan "bermain" seperti itu. Si gadis kecil itu mengapa selalu bermain di taman itupun aku juga tidak pernah tahu. Sudah pernah juga aku menanyakannya, barangkali si gadis kecil mau menjawabnya, tapi sama sekali tidak ditanggapi. Aku sempat berpikir bisa jadi itu adalah penyakitnya, itupun jika saja si gadis kecil juga pasien di rumah sakit ini.Ya sudahlah. Jika memang si gadis kecil itu tidak berbicara karena itu adalah penyakitnya, aku berharap semoga si gadis kecil itu segera sembuh. Aku merasa iba, bagaimana membayangkan Ibunya, Ayahnya, saudara-saudaranya teman-temannya begitu ingin mendengar suaranya. Tapi melihat si gadis kecil baik-baik saja walau seperti itu aku membuang jauh-jauh perasaan iba itu.
Seringkali si gadis kecil memberi benda-benda apa saja walau tak bernilai materi sebagai bentuk persahabatan dan komunikasinya, begitupula aku. Hanya saja aku tetap berbicara seperti biasa padanya dan seperti biasa juga si gadis kecil tetap tak berbicara. Si gadis kecil dengan susah payah mengulurkan tangan mungilnya ke atas untuk memberi sesuatu yang menurutnya menarik buatku memalui jendela yang lumayan tinggi untuk ukurannya seperti batu kecil, bunga-bunga yang tumbuh di taman itu, daun kering, kulit tengkerek yang menempel di pohon, kaki seribu babhkan kodok kecil dan aku benar-benar kaget dibuatnya. Tentu saja aku tidak mau menerimanya.
"Aaaaakk jangan kodok! jijik, geli tahu." Membayangkannya aku jadi bergidik lagi dan merasa lucu sendiri. Si gadis kecil hanya membuka mulutnya dengan lebar seolah-olah sedang tertawa sambil memegangi perutnya. Aku hanya memicingkan mata pada si gadis kecil. Sekali lagi si gadis kecil berekspresi tertawa dan akupun ikut tertawa. Yah, hanya aku yang tertawa. Aku juga memberi si gadis snack atau permen yang selalu ada di wadah karena Mama selalu mengisinya. Walau sesederhana itu, kami sangat senang dan menikmatinya. Usianya memang berbeda jauh dariku, tapi aku menganggapnya sahabat.
Apa aku tidak punya sahabat sebaya? Tentu saja ada. Apa mereka tidak pernah berkunjung menemuiku? Tentu saja pernah. Bahkan kata Mama hampir tiap malam mereka datang. Tapi aku tak pernah sempat bertemu dengan mereka karena begitu langit gelap aku sudah terlelap. Aku merasakan kehadiran mereka, tapi aku begitu nyenyak. Ah, dasar kebo. Mungkin seperti inilah penyakitku. Dulu sebenarnya mereka pernah datang saat pagi atau sore hari tapi karena kesibukan mereka masing-masing, lama-lama mereka hanya sempat datang di saat malam hari.
Kembali ke si gadis kecil. Seperti biasa, sekitar satu jam setelah dirasa cukup buatnya dan lelah bermain akhirnya si gadis kecil itupun berpamitan untuk pergi sambil berlari kecil.
"Jangan lupa besok datang lagi ya..." Kataku dengan semangat. Si gadis kecil mengangkat kedua tangannya dan memberikan tanda oke sambil terus berlari tanpa menoleh.
Tiba-tiba aku merasa ada yang aneh. Aku hampir tidak bisa merasakan apapun dan sulit untuk bergerak.
"Kenapa ini, Ya Allah?" Kataku bingung sambil berbaring di tempat tidur.
"Mama..." Suaraku lirih. Tak seorangpun datang ke kamar ini. Pintu kamar juga tertutup.
"Ma, aku takut." Kemudian semua menjadi gelap. Sesaat, kembali terang.
***
"Dokter! Perawat, cepat panggilkan dokter!! Dok..." Aku hanya melihat Mama begitu panik dan terdengar tak kalah paniknya. Suara seorang perawat wanita meminta perawat lain untuk segera memanggilkan dokter.
"Alhamdulillah, syukurlah nak akhirnya kamu kembali." Mama berlinang air mata memandangiku dan menggenggam erat tanganku.
Aku hanya bisa memandang dengan pengelihatan yang masih belum begitu jelas serta badanku yang masih sulit untuk digerakkan. Alat bantu pernapasan terpasang pada hidung dan mulutku, pun jarum infus dipasang juga di pergelangan tangan kiriku.
Satu yang kusadari pada akhirnya, kamar ini begitu berbeda. Kamar ini begitu "penuh", selain karena orang-orang yang kuyakini adalah paramedis juga tiba-tiba banyak benda-benda yang biasanya tidak ada. Terlalu berbeda. Aku ingat si gadis kecil yang baru saja pergi. Aku melirik ke arah jendela dan sekuat tenaga menggerakkan leherku dan melihatnya. Aku melihat deretan foto. Fotoku. Foto-fotoku dengan orang terdekat. Ada juga foto-fotoku dengan selang-selang ini dan mata terpejam bersama mereka.
Mataku terpana pada foto-foto berbingkai lainnya, mataku membuka lebih lebar untuk meyakinkan. Foto-foto masa kecilku yang menggunakan pakaian-pakaian yang sama dengan yang selalu dikenakan si gadis kecil.
Gadis kecil, siapa kamu?
-selesai-
ternyata komentar sy g masuk yah... padahal sy dah komentar jauh2 hari :(...
BalasHapusampe lupa waktu tu komentar apa...tapi masih ingat dikit2 sih...
sy sempet kepikiran tu gadis kecil adalah anak yang sakit tu, tapi masih bingung juga sih ama akhir ceritanya...
emang suka yang misteri2 gitu yah ran, hehe
iya itu memang dia, tapi masih belum begitu misterius Ki....susaaaah
Hapusjadi ga begitu jreng!!jreng! endingnya..haaaa~
yah misteri lumayan suka....pengen coba bikin semua genre..
Hapusngomong2 misteri, jd inget RM ep 80 kalo ga salah...temanya detektif, suka....karena jadi deg2an biasanya kan kocak, kocak sih tapi deg2an gitu..yg Gery dicolong tasnya jg lucu. itulah tim kreatif, harus kreatif.....
oot jadinya
Kerrrrrrrrrrrrrren oew....
BalasHapussi gadis kecil teryata.....!!!
buat novel aja Ran,,,,
ow ya utang Award-nya udah saya bayar...
harakadah...novel pengen, tapi imajinasi sy masih seputar kumpulan cerpen.. :D
Hapusoke, Men..*siap2 ber-haha-hihi*
Ya berangkat dari sana......
BalasHapussaya selalu dukung untuk novel-nya,,,,atau mau nulis buku juga...aamiin dah
aamiin...dah
Hapustemen balik layar itu paan ya Ran...kefikiran :D
BalasHapustemen balik layar....temen yg sy jarang liat tp mereka ada n kadang sy lupa kalo mereka ada bahkan blank waktu mau nyebut namanya saking lupanya,,,hihihihi
Hapuswalopun harus membaca dengan susah payah, dan beberapa kata gk bs kebaca jelas... but overall... daebak...!!! tipe2 cerita yg ujungnya menggantung n bikin penasaran kek ginii nii favorit para penulis... hahaa
BalasHapusbikin yg baca jadi geregetaaannn...
wah beneran ada beberapa kata yg ga kebaca??kenapa ini, aku tak mengerti...
Hapusmaunya sy bikin pembaca punya perasaan "klek! wah ini si anonim selalu ditemani sama dirinya" tapi bingung gimana cara ngarahinnya..jadi gitu dah, agak maksa pas mau endingnya
iyaa begitulahh... ini baca komen juga penuh penghayatan...
Hapusqt tau kalo gadis kecil itu dia sendiri... nah, yg bikin penasaran ituuu... kok bisa...???
kok bisa....bisa dong, kan sy yg bikin..haaa :D lebih ke si anonim bermain dengan imajinasinya atau sesuatu yg diciptakan oleh otaknya sendiri..jadi keinginannya yg bikin dia melihat, merasakan apa yg ingin dia lihat n dia rasakan saat dia ga sadar. seperti itulah,,
Hapusoh.... jadi gitu to maksudnya..emang enak yah nanya langsung ama penulisnya, hehe...
Hapusaahahahaha...nah itu tuh, cerita dalam cerita...kadang yg rada maksa endingnya itu karena bingung gimana cara menyampaikan
HapusMantap..
BalasHapusKunjungan spesial..:)
maksih atas kunjungan spesialnya... :)
Hapus