Senin, 14 Oktober 2013

Bisa Jadi

Suara gonggongan sekelompok anjing liar itu membuat mood kacau. Sial. Apa sih yang anjing-anjing itu ributkan sampai harus tawuran antar genk di samping rumah? pikirku masih dengan mata terpejam. Kubuka selimut yang menutupi seluruh badan, memicingkan mata di gelapnya kamar yang dingin ini kemudian meraba-raba mencari di mana keberadaan ponselku. Waktu pada ponsel menunjukkan pukul 3:39 am. Terlalu dini. Samping rumah merupakan sebidang tanah lapang yang sebenarnya siap jual, jadi tak banyak tanaman atau rumput liar yang tumbuh tinggi dan biasanya digunakan anak-anak tetangga untuk bermain di sore hari. Jadi, bisa saja anjing-anjing pengusik ketenangan malam itu memilih tempat pertemuan di sana. Seandainya aku tak ingat sore nanti akan melakukan sebuah percobaan kecil yang menggelitik, huh mood-ku akan benar-benar anjlok.
Aku mulai membayangkan apa yang mungkin akan terjadi nanti. Berhasilkah atau tidak. Sambil membayangkan itu aku kembali menutup selimut ke seluruh badan. Oh pagi, biarkan mata ini terpejam lima menit lagi, ya. Mataku mulai terpejam, tapi ada yang mengganggu. Ah, jangan! Seketika mataku terbuka lebar, membuka selimut yang menutupi kepala dan menendangnya hingga berada di bawah kaki. Teori lima menit lagi tak akan berhasil buatku, tak akan pernah. Sudah pasti akan molor bahkan sampai 50 menit.

***

Rasa kantuk sedikit tak tertahankan saat kelas baru berlangsung 15 menit. Salahku sendiri akhirnya tak mendapatkan bangku di barisan tengah dan terpaksa duduk di belakang. Air dari botol minumku pun sudah hampir setengahnya kuteguk, tapi rasanya masih belum membantu menghilangkan rasa kantuk. Sebenarnya masih tersisa beberapa bangku di barisan paling depan, tapi ogah. Tempat terbaik buatku untuk menyerap informasi saat jam kuliah adalah barisan ketiga atau keempat atau kelima. Terlalu depan, tegang. Terlalu belakang, tidur.

Seandainya bukan karena ponselku yang bergetar sebuah pesan masuk, mungkin aku sudah terlelap. Sambil mengedip-ngedipkan mata, segera kubuka pesan dari Tia dan membacanya. Tia tampak duduk di salah satu bangku deretan tengah. Tia minta ditunggu di kantin begitu kelas usai karena dia harus mengurus sesuatu trelebih dahulu. Aku hanya membalas dengan "ok".

Begitu kelas usai, aku tak langsung menuju kantin. Kuturuni tangga kemudian berbelok ke bawah tangga menuju toilet wanita. Segera ku membasuh wajah dengan air yang mengalir dari kran yang terasa sejuk menyentuh kulit. Segar rasanya. Lumayan menghilangkan sedikit suntuk dan kantuk yang sejak tadi kutahan. Selesai urusanku di toilet, segera kulangkahkan kaki keluar dan berbelok menuju kantin meninggalkan bunyi berdecit dari sepatu kets-ku.

***

"Na! Ratna." Sambil celingukan, refleks pandanganku mencari ke arah sumber suara setelah mendengar namaku disebut oleh seseorang yang tak lain adalah Tia. Aku tersenyum melambaikan tangan seraya memamerkan barisan gigi depanku. Senang mengetahui aku tak perlu lama mencari di keramaian saat jam istirahat seperti ini. Tia tampak duduk bersama Yuli, temanku yang lain di salah satu sudut kantin. Ringan ku berlari ke arah mereka dan langsung duduk di salah satu kursi berbahan plastik yang ada.

"Lama nggak? Duh ngantuk banget, makanya tadi ke toilet dulu." drrt drrt sebuah pesan masuk dari Yuli, mau bakso atau mie ayam? Rupanya pesan dari Yuli baru terkirim karena memang di bawah tangga itu tak ada sinyal. Aku langsung menjawab di depan Yuli, "Bakso juga ah, hehe ini baru masuk." Lanjutku sambil menunjukkan ponselku.

"Eh bentar ya, ada yang mau cemal-cemil?" Aku bangkit dari tempatku duduk sambil menawari.

"Mau apa?"

"Apa aja." Jawab Yuli.

***

Dua hari yang lalu.

"Hmm lucu nih. Coba donk, Na. Sama si itu, Galih, hmm hahahaha." Tia geli sendiri sambil mengomentari salah satu adegan dalam film Crazzy Little Thing Called Love aka First Love.

Yang dimaksud Tia adalah saat Chier, salah satu sahabat Nam si pemeran utama, membacakan metode kedua dari "9 Resep Cinta (untuk Pelajar)". Halah apa-apaan itu. Metode kuno dari leluhur bangsa Maya. Kita akan konsentrasi, lalu lihat ke orang yang disukai. Cobalah kendalikan pikirannya. Dan suruh dia melakukan apa yang kita mau. Jika dia mengikuti perintahmu, itu artinya dia adalah belahan jiwamu.

"Ih sumpah ya, kocak bener film ini." Aku pura-pura tak peduli. Malu.

"Heleh, malu-malu. Keliatan tuh. Lucu lho, coba deh." Lirik Yuli dan tak mau kalah ikut-ikutan menggoda.

"Ambil remot." Setengah berbisik, tampaknya Tia berusaha menghipnosisku. Aku dengan tampang 'please deh' mengambil remote TV dan menyerahkannya pada Tia sambil menatapnya.

"Uwaa... berhasil."

"Kedengeran kalee. Hahahaha."

"Heee." Tia nyengir.

"Besok kan, ada pertemuan angkatan tuh. Boleh tuh dicoba." Aku hanya mesam-mesem mendengar saran Yuli.

Galih? Bisa jadi.

Acara menonton kami lanjutkan dengan penuh komentar sana-sini.

"Yaaah, brekele!" Kataku kecewa saat adegan si cewek menyatakan perasaannya sekaligus 'nembak' si cowok yang ternyata si cowok sudah jadian dengan seniornya. Airmataku ikut menetes saat si cewek tak kuasa menahan tangis saat berbalik dan tak sengaja tercebur ke kolam renang lalu berusaha naik sendiri kemudian meninggalkan si cowok yang terlihat menyesal. Sebenarnya kami tertawa juga saat melihat adegan si cewek tercebur. Alhasil aku tertawa sambil menangis atau menangis sambil tertawa. Uuuuu~ nggak tahan. OMG.

***

Dua gazebo kampus berukuran sekitar tiga meter persegi yang dihubungkan oleh susunan pijakan berjarak dua meter penuh dengan teman-teman seangkatan, walau tak semua hadir. Ketua angkatan kami sedang berbicara mengenai rencana ini dan itu mengenai konsep dan teknis nanti saat akan diadakan olimpiade antar angkatan dari seluruh fakultas yang ada di universitasku ini, kurang dari sebulan lagi. Blablabla. Walau kurang konsentrasi saat menyimak ketua angkatan berbicara, aku cukup menangkap hal-hal yang penting saja.

Kemudian, kulihat dia di gazebo sebelah. Menyebut namanya saja, rasanya malu. Aneh deh, pikirku. Sekarang saatnya. Kucoba memusatkan pikiran padanya, tentunya tanpa sepengetahuannya juga kedua sohibku itu.

Noleh. Perintahku dalam hati dan waw, ternyata dia menoleh. Masih belum yakin, kucoba lagi dan berhasil. Sampai empat kali kucoba dan berhasil lagi.

Aku hanya tersenyum antara percaya dan tidak. Mencoba mengendalikan diri, bohong kalau aku tak merasa senang atas analisa asalku itu. Merasa ada mata yang memperhatikan, aku menoleh dan mendapati kedua sahabatku itu menatap dan memasang tampang menahan ketawa karena 'menikmati' percobaan kecil tersebut.

Jadi, kalau berhasil artinya....ah, jangan ge-er dulu. Hihihihi.... Aaaaak!



-Selesai-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome blogger.... ^_^
Ber-komen-lah dengan bahasa yang baik & no SARA.